Jumat, 17 Agustus 2012

Refleksi Pertambahan Usia


REFLEKSI PERTAMBAHAN USIA

Hari itu, 15 Juli 2012 aku berusia 21 tahun. Pada menit-menit sebelum waktu menunjukkan pukul 00.00 dan hari berganti, aku masih berkomunikasi dengan seseorang sampai dia mengucapkan “Selamat Ulang Tahun” padaku. Setelah selesai aku berkomunikasi aku keluar dari kamar, dan saat itu ibu dan adik lelakiku masih terjaga. Aku berkata “Ibuuu,, ini sudah ganti hari lho, sudah tanggal 15.” Ibuku menyahut “Ohh,, iyaa mbakk.” Ibuku langsung menghampiriku dan memberikan sebungkus hadiah yang dibalut dengan kertas kado batik padaku. Aku sangat terkejut, tak seperti biasanya ibu memberikan kado padaku. “Ini hadiah dari semua (Bapak, Ibu, Kakak lelaki, dan Adik lelakiku) mbak.” Ucap ibuku seraya mencium pipiku. “Selamat ulang tahun ya.”tambahnya.

Aku masih penasaran dengan apa isi bungkusan itu. Bentuknya kotak, padat, dan keras. Aku guncang-guncangkan kotak itu, ada sedikit suara. Kemudian aku membuka bungkusannya, dan cukup terkejut. Ternyata kotak kayu itu adalah tempat dari sebuah jam tangan yang ada di dalamnya. Aku merasa heran dan terkejut, sebelumnya ibuku tak pernah memberi aku hadiah saat usiaku bertambah, tapi di usia ini ibu memberiku hadiah dan tak murah pula harganya.

Ada sebuah kartu ucapan di dalam kotak kayu itu, aku membukanya dan membacanya. Berisi beberapa wejangan dan harapannya. Ada satu kalimat yang sangat-sangat membuat aku berpikir dan merasa “Mbak, kalau sama orang tua jangan sekecap sama sekecap. Nanti kamu juga jadi orang tua dan merasakan.” Jleg, otakku langsung sangat berpikir dan hatiku menjadi merasa. Hari-hari sebelumnya aku sempat ribut dengan ibuku, dan di situ aku selalu membantah perkataan ibu. Otakku berpikir, hatiku merasa, Andaikan aku sudah menjadi orang tua dan anakku memperlakukan aku seperti apa yang aku lakukan pada ibuku sudah pasti sangat sakit rasanya. Di hari pertama pertambahan usiaku aku BELAJAR untuk mengerti dan merasa bagaimana perasaan menjadi orang tua.

Masih di pagi buta yang sama saat aku ingin terlelap tidur, ibuku berpesan “Mbak, jamnya jangan sampai hilang ya, dijaga.” Pesan yang mungkin memang standar, tapi otakku berpikir yang lain, aku BELAJAR lagi suatu hal bahwa pemberian adalah sebuah amanah yang harus dijaga. Ibuku sangat dengan percaya memberikan jam tangan itu padaku dan mempercayaiku pula untuk menjaga jam tangan itu. Ternyata sebuah pemberian itu tak hanya pemberian belaka, ada selipan kepercayaan di dalamnya.

Di usia ke 21 tahun ini aku agak merasakan juga, mungkin ibuku mulai takut “kehilangan” aku anak perempuan satu-satunya bila aku menikah nanti. Temannya saat di ranjang, temannya memasak, temannya bersantai, temannya melakukan perawatan kewanitaan, temannya mengeluh, temannya berbagi rasa, temannya bercerita, temannya mencari solusi permasalahan,, ahh masih banyak lagi kegiatan yang aku lakukan bersama ibuku.
Insya Allah sampai akhir nanti aku akan tetap menjadi temanmu yang baik bu,, akan sangat menyesal hidupku bila tak bisa menjadi teman yang baik sampai akhir nanti.
AKU SAYANG IBU...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar