Kamis, 14 Juli 2016

Pengingat Kematian

Pengingat Kematian...

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun..
Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadanya lah kami kembali.

Rabu, 13 Juli 2016 pukul 02.50 Allah telah memanggil kembali nenek kami tersayang di usia 84 tahun karena sakit tua.

Usai upacara pemakaman adik laki-laki saya dengan spontan berujar, aku pengen beli kain kafan mbak. Biar nanti kalo aku meninggal tengah malam atau pagi buta aku tidak ngerepotin orang untuk cari kain kafan. "Kamu mikir gitu juga ga mbak?" Saya tidak bisa menjawab. Terlalu menyeramkan merencanakan kematian bagi saya.

Malam hari kami berkumpul untuk melaksanakan tahlilan untuk mendoakan almarhumah. Sebelumnya, kami antar saudara dan sepupu saling bercerita kronologis meninggalnya mbah. Adik saya bercerita di hari sebelumnya kadar oksigen mbah sudah tinggal 80% ini adalah keadaan fatal tubuh dimana tidak seluruh organ tubuh teraliri oksigen, seperti keadaan Bapak saya ketika mau meninggal tahun lalu. Kaki mbah juga diceritakan sudah dingin sejak sore. Mungkin nyawanya sudah mulai ditarik ya, pikirku. Sejak hari-hari terakhir pula mbah lebih sering menyebut lafal Allah.

Terbayang oleh saya saat malaikat maut sudah menampakkan diri, umur sudah dicukupkan, sudah tidak ada waktu lagi untuk menbenarkan segala kesalahan yang pernah dilakukan, tidak menjalankan perintahNya, melakukan dosa-dosa. Saat Dia menampakkan diri sudah tidak ada waktu lagi.

"Ya Allah ampuni segala dosa-dosa hamba baik yang hamba sengaja ataupun tidak, yang besar maupun kecil, yang masih hamba lakukan maupun yang telah hamba tinggalkan"

"Ya Allah ampunilah dosa kedua orang tua kami, keluarga-keluarga kami, kaum muslimin dan muslimat, tempatkanlah kami di tempat terbaik di sisiMu. Dan jauhkan kami dari siksa kubur dan siksa api neraka"

"Ya Allah kabulkanlah segala doa-doa kami"

Aamiin Aamiin Aamiin ya robal Alamin.

Minggu, 03 Juli 2016

9 dari Nadira

Liburan menjelang hari raya Idul Fitri ini saya bertekad untuk menyelesaikan novel 9 dari Nadira karya Leila S. Chudori setelah 1.5 tahun tergeletak begitu saja di rak buku saya. Sebelumnya saya sudah berusaha untuk menyelesaikan novel ini di sela-sela kesibukan selepas pulang kantor, namun membaca novel kelas sastra ternyata membutuhkan energi lebih untuk masuk ke dalam jiwa novelnya.



Novel ini berisi 9 cerita pendek tentang Nadira, sejarah ibu dan bapaknya Kemala Yunus dan Bramantyo Suwandi yang bertemu saat masih sama-sama bersekolah di Amsterdam, cerita konflik Nadira bersama kedua kakaknya Nina dan Arya. Kematian Kemala karena bunuh diri tanpa ada yang tahu alasan pasti kenapa Kemala memilih sendiri tanggal kematiannya. Pernikahan Nina Suwandi dengan Gilang Sukma seorang seniman dan koreografer yang sudah menikah dan bercerai tiga kali. Pernikahan Nadira Suwandi dengan Niko Yuliar yang mampu menjadikan hidup Nadira menjadi merah jambu yang selalu bersemu setelah sebelumnya dunia Nadira selalu kelabu selepas kepergian ibunya. Di sisi lain ada Utara Bayu rekan sekantornya yang selalu ada saat Nadira membutuhkan kekuatan dan mencintai Nadira dalam diam. 

Seperti biasa Leila S. Chudori mengemas novelnya dengan alur maju mundur dengan kemasan yang apik dengan menambahkan latar Amsterdam, New York, dan Kanada. Kehidupan jurnalistik dengan nuansa politik, ekonomi tahun 50an-90an juga menjadi bumbu dalam cerita di novel ini.