Ayah Sayang Kalian
“Kerjaanku banyak banget hari ini,
pulang telat deh. Harus buru-buru nih kasian anak-anak di rumah.”ujar Sastro
dalam hati. Kupercepat langkahku menuju rumah, hari juga sangat mendung. Aku
sangat cemas bagaimana nasib anak-anak di rumah jika hujan lebat turun sebelum
aku sampai rumah. Namun, hujan tidak menyetujui keinginanku, dia turun begitu
saja. “Ah, masih gerimis, aku terjang saja. Anak-anak, tunggu ayah pulang.”ucap
Sastro dengan bersemangat.
Keinginan
Sastro agar hujan lebat tidak turun tidak diindahkan oleh hujan, beberapa menit
kemudian hujan turun dengan derasnya sampai-sampai pemandangan sekitar tak
terlihat. Sastro harus menyerah dengan keadaan ini, dia pun berteduh di halte
bus.
***
“Kakak, rumahnya bocor semua. Sera mau tidur dimana?”ucap
sera dengan terisak-isak. “Kakak, kenapa ayah belum pulang-pulang? Ade takut.
Huaaaaa.”raung Ade sambil menarik-narik baju Tama. Tama sang kakak bingung
bagaimana cara menenangkan adik-adiknya. “Sabar sayang, sebentar lagi ayah pulang
dan hujan segera reda, jangan nangis ya. Cup cup cup.”Tama berusaha menenangkan
sambil memeluk dan mengelus-elus kedua adiknya. “Karena di luar hujan, di dalam
rumah pun hujan, bagaimana kalau kita main air saja di dalam rumah. Siapa yang
setuju?”tawar Tama pada adik-adiknya. “Setujuuuuuu!”jawab Sera dan Ade dengan
sangat bersemangat. “Jadi cara mainnya gini, Sera, Ade, dan Kak Tama
masing-masing mencari panci atau baskom, lalu panci atau baskom itu kita taruh
dilantai yang kena tetesan air hujan.” “Terus kak, mainnya gimana?”tanya Ade
dengan polos sambil menghapus airmatanya. “Terusss, mau tahu lanjutannya?”ucap
Tama dengan nada menggoda adik-adiknya. “Iya buruan kak.”cecar Sera dengan
tidak sabar. “Kita dengerin nada-nada yang terbentuk dari suara tetesan hujan
yang jatuh ke panci atau baskom. Dengan nada itu kita bisa bernyanyi bersama
dengan irama tetesan air.”jelas Tama pada adik-adiknya.
“Berangkaaaaaaaaaat.”teriak Ade dengan bersemangat.
Ketiga
anak itu pun memulai permainannya. Tama lega karena berhasil menenangkan emosi
adik-adiknya paling tidak sampai ayahnya datang. Tama, Sera, dan Ade memainkan
permainan yang diciptakan Tama ini dengan riang gembira. Mereka tertawa-tawa
juga bernyanyi bersama.
***
“Ya
Allah, sudah satu jam lebih hujan kau turunkan dengan lebatnya. Hamba mohon
redakan hujan ini, kasihanilah anak-anak hamba di rumah. Mereka masih
kecil-kecil. Hamba harus segera pulang untuk memberikan rasa aman pada
mereka.”doa Sastro. Namun, sepertinya Tuhan tidak langsung menjawab doa Sastro,
hujan masih saja turun dengan lebatnya. Sastro menyadari, tidak ada lagi yang
bisa ia lakukan selain nekat. Sastro pun menerjang hujan yang sangat lebat itu,
dengan kondisi hari yang sudah beranjak malam. Sastro berlari-lari dibawah
hujan.
Sastro menyebrang jalan dengan
tergesa-gesa. Tiba-tiba dari arah kanan muncul lampu sorot yang menyilaukan
mata. Ciiiiiiiitttt, pengendara mobil berusaha semaksimal mungkin untuk
menghindari Sastro, namun terlambat sudah. Brakkk. Dentuman keras menggema.
Beruntung mobil tersebut hanya menyerempet Sastro, namun akibatnya badan Sastro
lebam-lebam dan kaki yang bengkak cukup parah. Sriiittt, mobil tersebut
meninggalkan Sastro dengan segera. Karena jalanan sepi tak ada yang bisa
menghentikan laju mobil tersebut.
Dengan susah payah Sastro
membangkitkan badannya dari aspal. “Ya Allah, kenapa begini nasibku? Bagaimana
nasib anak-anakku di rumah?”rintih Sastro. Rumah Sastro tinggal berjarak 50
meter lagi dari posisinya sekarang. Setapak demi setapak ia jalani dengan
kondisi kaki yang bengkak. Akhirnya sampailah ia di depan rumah dibarengi pula
dengan redanya hujan.
Sastro melihat Tama anak pertamanya
tengah menanti kedatangannya di teras rumah. Tama langsung berlari dan memeluk
ayahnya yang baru sampai di depan pagar rumah. Melihat kondisi ayahnya yang
menyedihkan Tama berurai air mata. “Ayah kenapa? Gak sakit kan?”tanya Tama
dengan terisak-isak. “Ayah gak kenapa-kenapa nak. Ayo kita masuk, Tama mau kan
ngobatin ayah?” Tama mengangguk sambil menuntun ayahnya masuk ke rumah.
“Adik-adikmu mana Tam?” “Mereka sudah
tidur yah kecapekan nyanyi terus.”jawab Tama diselingi tawa. Sastro memeluk
sambil kemudian mencium kening Tama. “Ayah sayang sekali sama kamu nak.”bisik
Sastro
Setelah luka-lukanya diobati oleh
Tama, Sastro masuk ke kamar dan melihat kondisi Sera dan Ade. Kedua anak itu
terlihat tidur sangat pulas. Didekatinya kedua anak itu. Diciuminya kening
mereka satu persatu sambil berbisik “ayah sayang kalian.”ucap Sastro. Tama yang
melihat perlakuan ayahnya dari balik pintu datang mendekat dan memeluk ayahnya
dengan erat. “Tama dan adik-adik juga sayang banget sama Ayah. Ayah janji ya
sehat terus biar bisa nemenin Tama dan adik-adik.”ujar Tama lirih. Sastro
mengangguk sambil memeluk erat anaknya.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar