Senin, 14 Mei 2012

Ayah Sayang Kalian



Ayah Sayang Kalian

“Kerjaanku banyak banget hari ini, pulang telat deh. Harus buru-buru nih kasian anak-anak di rumah.”ujar Sastro dalam hati. Kupercepat langkahku menuju rumah, hari juga sangat mendung. Aku sangat cemas bagaimana nasib anak-anak di rumah jika hujan lebat turun sebelum aku sampai rumah. Namun, hujan tidak menyetujui keinginanku, dia turun begitu saja. “Ah, masih gerimis, aku terjang saja. Anak-anak, tunggu ayah pulang.”ucap Sastro dengan bersemangat.
            Keinginan Sastro agar hujan lebat tidak turun tidak diindahkan oleh hujan, beberapa menit kemudian hujan turun dengan derasnya sampai-sampai pemandangan sekitar tak terlihat. Sastro harus menyerah dengan keadaan ini, dia pun berteduh di halte bus.
***

            “Kakak,  rumahnya bocor semua. Sera mau tidur dimana?”ucap sera dengan terisak-isak. “Kakak, kenapa ayah belum pulang-pulang? Ade takut. Huaaaaa.”raung Ade sambil menarik-narik baju Tama. Tama sang kakak bingung bagaimana cara menenangkan adik-adiknya. “Sabar sayang, sebentar lagi ayah pulang dan hujan segera reda, jangan nangis ya. Cup cup cup.”Tama berusaha menenangkan sambil memeluk dan mengelus-elus kedua adiknya. “Karena di luar hujan, di dalam rumah pun hujan, bagaimana kalau kita main air saja di dalam rumah. Siapa yang setuju?”tawar Tama pada adik-adiknya. “Setujuuuuuu!”jawab Sera dan Ade dengan sangat bersemangat. “Jadi cara mainnya gini, Sera, Ade, dan Kak Tama masing-masing mencari panci atau baskom, lalu panci atau baskom itu kita taruh dilantai yang kena tetesan air hujan.” “Terus kak, mainnya gimana?”tanya Ade dengan polos sambil menghapus airmatanya. “Terusss, mau tahu lanjutannya?”ucap Tama dengan nada menggoda adik-adiknya. “Iya buruan kak.”cecar Sera dengan tidak sabar. “Kita dengerin nada-nada yang terbentuk dari suara tetesan hujan yang jatuh ke panci atau baskom. Dengan nada itu kita bisa bernyanyi bersama dengan irama tetesan air.”jelas Tama pada adik-adiknya. “Berangkaaaaaaaaaat.”teriak Ade dengan bersemangat.
            Ketiga anak itu pun memulai permainannya. Tama lega karena berhasil menenangkan emosi adik-adiknya paling tidak sampai ayahnya datang. Tama, Sera, dan Ade memainkan permainan yang diciptakan Tama ini dengan riang gembira. Mereka tertawa-tawa juga bernyanyi bersama.
***
            “Ya Allah, sudah satu jam lebih hujan kau turunkan dengan lebatnya. Hamba mohon redakan hujan ini, kasihanilah anak-anak hamba di rumah. Mereka masih kecil-kecil. Hamba harus segera pulang untuk memberikan rasa aman pada mereka.”doa Sastro. Namun, sepertinya Tuhan tidak langsung menjawab doa Sastro, hujan masih saja turun dengan lebatnya. Sastro menyadari, tidak ada lagi yang bisa ia lakukan selain nekat. Sastro pun menerjang hujan yang sangat lebat itu, dengan kondisi hari yang sudah beranjak malam. Sastro berlari-lari dibawah hujan.
Sastro menyebrang jalan dengan tergesa-gesa. Tiba-tiba dari arah kanan muncul lampu sorot yang menyilaukan mata. Ciiiiiiiitttt, pengendara mobil berusaha semaksimal mungkin untuk menghindari Sastro, namun terlambat sudah. Brakkk. Dentuman keras menggema. Beruntung mobil tersebut hanya menyerempet Sastro, namun akibatnya badan Sastro lebam-lebam dan kaki yang bengkak cukup parah. Sriiittt, mobil tersebut meninggalkan Sastro dengan segera. Karena jalanan sepi tak ada yang bisa menghentikan laju mobil tersebut.
Dengan susah payah Sastro membangkitkan badannya dari aspal. “Ya Allah, kenapa begini nasibku? Bagaimana nasib anak-anakku di rumah?”rintih Sastro. Rumah Sastro tinggal berjarak 50 meter lagi dari posisinya sekarang. Setapak demi setapak ia jalani dengan kondisi kaki yang bengkak. Akhirnya sampailah ia di depan rumah dibarengi pula dengan redanya hujan.
Sastro melihat Tama anak pertamanya tengah menanti kedatangannya di teras rumah. Tama langsung berlari dan memeluk ayahnya yang baru sampai di depan pagar rumah. Melihat kondisi ayahnya yang menyedihkan Tama berurai air mata. “Ayah kenapa? Gak sakit kan?”tanya Tama dengan terisak-isak. “Ayah gak kenapa-kenapa nak. Ayo kita masuk, Tama mau kan ngobatin ayah?” Tama mengangguk sambil menuntun ayahnya masuk ke rumah.
“Adik-adikmu mana Tam?” “Mereka sudah tidur yah kecapekan nyanyi terus.”jawab Tama diselingi tawa. Sastro memeluk sambil kemudian mencium kening Tama. “Ayah sayang sekali sama kamu nak.”bisik Sastro
Setelah luka-lukanya diobati oleh Tama, Sastro masuk ke kamar dan melihat kondisi Sera dan Ade. Kedua anak itu terlihat tidur sangat pulas. Didekatinya kedua anak itu. Diciuminya kening mereka satu persatu sambil berbisik “ayah sayang kalian.”ucap Sastro. Tama yang melihat perlakuan ayahnya dari balik pintu datang mendekat dan memeluk ayahnya dengan erat. “Tama dan adik-adik juga sayang banget sama Ayah. Ayah janji ya sehat terus biar bisa nemenin Tama dan adik-adik.”ujar Tama lirih. Sastro mengangguk sambil memeluk erat anaknya.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar