Kamis, 11 April 2013

Kakakku Sayang

Kakakku Sayang


Setelah sebelumnya pernah menulis cerita tentang ibu dan adik laki-lakiku, sekarang aku ingin menuliskan kisah tentang kakak laki-lakiku. Aku anak kedua dari tiga bersaudara, dan satu-satunya anak perempuan. Aku dengan kakakku terpaut usia 4 tahun. Kakakku bernama Oksa Prasetyawan Wijayadi. Aku biasa memanggilnya mas Iwan.

Sebenarnya sejak kecil kami berdua tidaklah terlalu akrab. Perbedaan usia dan jenis kelamin mungkin menjadi penyebabnya. Masih ada sedikit ingatanku tentang masa kecilku. Dulu kami beberapa kali bermain bersama. Karena kakakku laki-laki, aku pun ikut bersama kakakku bermain mobil tamiya, layang-layang, bahkan bermain bola. Dalam memilih alat-alat sekolah pun kadang aku terintimidasi kakakku dengan membeli tas bertokoh ultramen misalnya.

Saat SD kami satu sekolah. Masih ingat juga saya saat itu, saat jam istirahat Mas Iwan menghampiriku untuk meminta tambahan uang saku. Padahal jelas uang saku kakakku lebih banyak dari aku. Wajah kami berdua mirip, hampir semua guru tahu kalau kita bersaudara. Waktu di sekolah Mas Iwan lebih banyak bermain dengan teman-temannya. Begitu pun saat di rumah, saat sore hari masku lebih sering bermain keluar bersama teman-temannya.

Naik ke jenjang SMP, masku diterima di SMP 2 Semarang, salah satu sekolah terbaik di kota Semarang. Ya, aku amini kalau kakakku adalah anak yang cerdas. Kata ibu saat berumur 2 tahun Mas Iwan sudah bisa merangkai puzzle dengan baik dan benar. IQnya pun tergolong cerdas. Saat SMP sekitar tahun 2001 kakakku berubah hobi dari bermain di lapangan berubah ke bermain di dapan komputer. Aku pun ikut belajar bermain beberapa game komputer seperti Hitman, Resident Evil, Sims City, Tomb Rider, bahkan Counter Strike. Aku juga menjadi pendengar lagu-lagu Linkin Park, dan Dewa 19.
Walaupun kami tak terlalu akrab dan sering bertengkar hebat, tapi aku tahu kakakku sayang padaku.

Aku akui aku pernah menjadi saudara yang tidak baik kepada kakakku. Karena kami yang tak begitu akrab dan sering bertengkar ada rasa sebal kepada kakakku. Saat kakakku mendapatkan masalah dan sakit, saat itu aku malah berpikir. "Ih nyusahin aja sih ini mas Iwan. Cari-cari perhatian aja." Padahal saat itu kakakku benar-benar sakit dan butuh support dari semua anggota keluarga. Adikku malah bisa bersikap lebih dewasa dari aku. Saat itu kakakku berusaha melawan sakitnya dengan nalar, logika, dan siraman rohani. Banyak cerita sebenarnya, tapi aku tak bisa menceritakannya di sini.

Semakin aku bertambah usia, aku sadar, ternyata kakakku sayang padaku. Dia kakak yang mau mengantar dan menjemput adikknya di sekolah, tempat les, bahkan sampai ke solo. Selain saudara yang sayang, dia juga anak yang sayang pada orang tuanya, terutama pada ibu.

Selama beberapa tahun aku buta karena tak mau benar-benar menyayangi kakakku. Kini semakin bertambah usia, aku sayang masku. Aku tak ingin melihatnya susah, selalu ingin agar kakakku mendapatkan yang terbaik.

Satu pesan dari ibu yang terus diulang-ulang adalah agar kami bertiga sebagai saudara bisa selalu rukun dan saling membantu bila ada yang kesusahan.